Sunday, April 10, 2005

JENIS KELAMIN
oleh : Shanti syarif


Sekotak permen telah tertumpah di lantai. Warna warni pembungkusnya memancarkan kilat lampu . Wangi parfum perempuan itu juga memancar ke segala penjuru ruang.
Keharuman bvulgari ,asli dari Prancis menari nari di setiap puck hidung yang menghirupnya. Ruang dansa telah ramai. Beberapa pasangan tampak asyik melantai. Beberapa diantaranya sangat tampak mesra berpelukan, berciuman, dan bahkan meraba raba bagian tubuh pasanganya. Mungkin mereka mabuk, terlalu banyak minum bir atau sebangsanya.
“Boleh kutemani duduk, nona?”sapa seorang lelaki berpakaian perlente.
Dan perempuan itu mengangguk,sambil terus mengaduk aduk segelas gin tonic di hadapannya.
“wah…anda harum sekali, parfum anda apa?”goda lelaki itu
Hanya dengan senyuman, perempuan itu menjawab, lalu sebatang rokok dinyalakannya.
Pikirannya melayang. Tidak mabuk, hanya agak melayang. Menggapai gapai sesuatu. Mungkin itu adalah keinginan yang tersembunyi. Atau sekedar metafora dari bayangan bayangan semu yang selama ini menggodanya.
“tambah lagi minumnya? “tawar lelaki itu menyadarkan lamunan Sisi.
“terimakasih, tidak usah, ini sudah gelas ke tiga”jawab Sisi seadanya
Laki laki itu kembali memandangi Sisi, dari ujung kepala hingga kaki.
Mungkin dia heran dengan penampilan Sisi . Tidak selayaknya penyanyi bar yang mengenakan pakaian seksi dan penuh gemerlap payet payet. Perempuan itu selalu berpakaian biasa , hem lengan pendek dipadu dengan rok mini atau celana jeans ketat. Tidak memakai kalung dan gelang bergemerincingan ,tidak memakai stocking dan sepatu jeangle berhak 12 cm.Dan tidak memakai make up tebal seperti dempul berwarna warni.
Sisi seperti bidadari yang terlempar dari surga ke tempat kumuh itu. Tampak manis dan sedap di pandang mata, meski dandanannya biasa saja. Suaranya merdu halus mendayu. Setiap dia mulai menyanyi menghibur para pengunjung, selalu mengundang decak kagum dan keheningan di tengah hiruk pikuk bar. Semacam mantera yang dilantunkan, lagu lagu Sisi menghipnotis seluruh pendengarnya untuk mendengarkan secara seksama.
Tidak sama seperti penyanyi penyanyi lain teman Sisi, yang hanya pandai menjual goyangan dan mendatangkan suitan panjang penonton , tanda birahi bangkit, mengharap si penyanyi segera turun dan mengadakan transaksi.
Meski begitu tak jarang Sisi juga didekati beberapa lelaki yang mengajaknya berkencan.
Tentu saja permintaan itu tak pernah di ladeninya. Bukan karena takut citra nya tercoreng , karena di jaman sekarang ini, siapa yang butuh citra? Bukan juga karena ia tak butuh uang tambahan . Sebagai janda beranak satu yang masih harus mengurus ibunya yang sakit sakitan tentu membutuhkan banyak biaya.
Sisi tak bisa meladeni permintaan para lelaki itu , ya karena memang hati nuraninya tak pernah mengijinkanya.Meski nafsu birahi selalu datang seiring dengan aliran darahnya yang terisi luapan alkohol dan rabaan lelaki hidung belang. Sisi selalu menepisnya dengan benteng yang sangat kuat. Bukan karena iman atau keyakinannya . Tetapi karena sebuah trauma yang pernah menghentak hidupya, 8 tahun yang lalu.

“Sis….sudah waktunya menyanyi tuh…dari tadi ngelamun aja sih….”sikut Lala sambil duduk di kursi tinggi sebelah Sisi.
Sisi lalu melangkah , menuju panggung . Diambilnya mike dan segeralah alunan merdu sayu dari hatinya mengalir memenuhi altar bar, merembes ke lantai pengunjung, ke lantai ruang duduk, ke sudut sudut ruangan yang pengap itu, ke segala penjuru gedung di lantai enam itu,dan akhirnya memenuhi seluruh bangunan berlantai tiga puluh itu.
Kesedihan yang di lantunkannya lewat tembang tembang lama meruntuhkan perasaaan berbagai macam manusia. Mendayu, sayu dan nyaris tanpa pengharapan.
Cermin dari hidup Sisi yang bertahun tahun terbengkelai di sudut kota ini.
“ Pram, semoga hidupmu bahagia entah di ujung dunia sebelah mana….setelah kau terlantarkan aku waktu itu……”begitu selalu bisik Sisi sebelum dan sesudah ia menyanyi.
Seluruh lagunya di tujukan bagi lelaki bernama Pramudya itu. Yang telah memberinya teman hidup , seorang bocah mungil yang kini berumur 7,5 tahun.
Cintanya tetap hidup bagi Pram, meski cinta tersebut tumbuh bersama sebongkah dendam dan bebatuan sesal yang mengganjal .
Cintanya tetap suci dan putih , meski terkadang hitam berkerak.
Tapi sekalipun Sisi tak pernah berpaling. Demi Pram dan Bintang, anak semata wayangnya.
“Nduk…cobalah pikirkan lagi lamaran si Burhan itu. Dia lelaki yang baik dan hidupnya mapan meski usianya sudah kepala empat’bujuk ibu Sisi suatu kali
atau ‘ Sisi……malam ini pak Warsito, boss pabrik kayu itu mau menemuimu di room 734. Dandan yang rapi ya, dia khan banyak duit . Ayolah jangan bodoh seperti kemarin itu, menyia nyiakan kesempatan “ rayu Lala
atau “Non…..parfum anda sama seperti mendiang istri saya, wajah dan suara anda juga mirip . Bagaimana kalau malam ini ijinkan saya menikmati suara anda hanya khusus buat saya, di rumah saya ? siapa tahu kita cocok dan berjodoh” gombal pria tambun yang mengaku duda .
atau “ Mbak , malam ini cantik banget deh….bisa jalan sama aku nggak malam ini? Hanya ke Mall atau ulang tahun teman . Setelah itu kita bikin party sendiri deh….” bisik seorang anak muda tampan di telinga Sisi.
Atau “ Neng….berapa taripmu buat long time? Kayaknya kamu asyik juga , klasik begitu biasanya justru mengundang nafsu….” Dengus seorang lelaki berbau alkohol .
Beragam godaan telah tumpul di otak Sisi. Dari rayuan maut duda dan bujang tua untuk mengawininya, hingga pria hidung belang yang mengajaknya bercinta semalam, juga pemuda bau kencur yang terpana dengan kecantikannya .
Semua sia sia di hadapan Sisi. Semua luruh tanpa guna. Tempatnya bekerja sekarang inilah yang mengkondisikan ia di tempa dengan banyak godaan. Bukan keinginan Sisi untuk bekerja sebagai penyanyi Bar .Tapi tak ada pilihan lain waktu itu . Kemampuannya hanya menyanyi, selain mencintai. Ijazah ia tak punya.

********
“ Malem Sisi…..duh cantik bener hari ini…dan parfummu…wuihhhh bikin aku deg deg an deh” goda Pak Manager Bar tempat Sisi bekerja
Dan seperti biasa , Sisi hanya mengangguk sambil menebarkan anggun lewat senyum monalisanya.
“Oh ya Sis….tadi siang aku telah bertemu dengan seorang produser Studio rekaman yang telah lama mengincar suaramu untuk direkam.” ujar pak Manager bersemangat
“ Dan atasannya akan langsung datang dari Jakarta hendak menemuimu malam ini . Nyanyilah sebagus mungkin malam ini. Supaya Boss Studio Rekaman itu benar benar tertarik dengan suaramu dan merekamnya. Siapa tahu kau jadi artis tenar nanti ….he he he….” lanjut pak Manager.
Sisi tak langsung menanggapi . Pikirannya masih nglambrang, terbius 4 sloki Tequila , traktiran teman Lala yang juga kecewa tak berhasil menyeretnya ke kamar .
Rekaman? Ah andaikata itu benar benar terjadi , ia akan mempersembahkannya untuk Pram dan Bintang, juga ibunya. Sebagai penyanyi yang telah malang melintang di sejumlah bar dan klub malam, tentu tawaran rekaman adalah sesuatu yang di rindukan.
Sisi terdiam seperti biasa. Hanya bibirnya mengumam”….Pram, semoga hidupmu bahagia entah di ujung dunia sebelah mana….setelah kau terlantarkan aku waktu itu……”cintanya bergaung di tengah kebisingan .
Malam bertambah tua . Lagu demi lagu mengalun , mengalirkan lagi kesedihan demi kesedihan . Luka demi luka . Bagai pintu yang berderit derit , seonggok kenangan lama yang teramat pahit itu tiba tiba terbuka. Mengalirkan darah segar yang memancar….menggenangi seluruh lantai tempat orang orang berdiri.
Ketika itu Sisi hampir saja pingsan , begitu tatapan matanya bertumbukan dengan sepasang mata elang milik Pram . Dan jabat tangan Pram dibelakang panggung bar benar benar membuat Sisi limbung. Ternyata Boss Produser Rekaman itu adalah Pramudya , lelaki yang telah meninggalkannya bertahun tahun lalu, saat di perutnya tumbuh janin berusia 3 bulan.
“Apa khabar Sisi ….aku benar benar tak menyangka bahwa kau lah penyanyi yang di incar talent hunter ku’ gemetaran Pram membuka percakapan.
Sisi tak kuasa untuk menjawab, pikirannya sungguh kacau. Antara percaya dan tidak bahwa ini adalah kenyataan.
Pram menarik tangan Sisi, menjauhi pak Manager Bar dan Tallent Hunter yang sepertinya mengerti keadaaan itu.
“Sisi…maafkan aku, sungguh aku tak bermaksud menelantarkanmu saat itu. Aku hanya menuruti orang tuaku untuk menjauhimu, karena perbedaan agama kita” bisik Pram sambil menggenggam tangan Sisi yang seketika dingin berkeringat.
‘Sisi….katakan padaku, apakah jenis kelamin bayi yang kau kandung waktu itu? Siapakah namanya? Apakah mirip denganku?” cecar Pram sambil mendengus dengus, nafasnya berbau bir.
Sisi benar benar linglung, tak kuasa dia menjawab.
Batinnya berkecamuk “Enak saja kau berdalih demi anjuran orang tua untuk menjauhiku , sementara aku hampir gila menanggung malu. Hampir mati ketika melahirkan bayimu, dan hingga kini menghidupinya seorang diri”
Malam berubah menjadi hening dan sepi. Debar jantung Sisi berpadu dengan debar jantung Pram di pelukan mereka yang bisu.
“ Jawablah Sisi….anak kita lelaki atau perempuan?”
“Kenapa?” tanya Sisi hampir tak kedengaran
“ Ya, sebelumnya aku minta maaf, tapi terus terang aku kini telah menikah dan punya 4 orang anak , dua kali istriku melahirkan bayi kembar, dan mereka perempuan semua” aku Pram.
Sisi tertawa kecil, menertawakan cintanya. Sia sia saja selama ini ia masih memelihara cinta yang tulus bagi seorang Pram. Sia sia saja dia bercerita kepada Bintang tentang ayahnya yang hebat dan sedang pergi berkeliling dunia dengan kapal pesiar. Sia sia saja ia menyebut nama Pram setiap ia hendak bernyanyi atau beraktivitas lainnya. Sia sia saja ia menolak dan menampik lamaran ataupun tawaran iseng para lelaki untuk bercinta.
Air matanya meleleh. Dengan sigap Pram menyapunya sambil kembali bertanya, apa jenis kelamin anak mereka.
“ Maaf Pram , aku mengugurkan anak kita . Aku tak pernah melahirkan anakmu”
Dengan kelegaan yang luar biasa Sisi melihat mata lelaki di hadapannya itu kecewa.
Malam semakin pekat, langkah Sisi menuju pulang begitu tergesa. Ingin segera di sampaikannya berita pada Bintang, anak lelaki yang segala sesuatunya sangat mirip dengan ayahnya. Bahwa baru saja ia menerima berita, ayahnya meninggal dunia di perjalanan kapal.


Balikpapan 10 Maret 2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home